SKALA BISNIS BUMN KELAPA SAWIT, PERLU REORGANISASI KEMBALI BUMN PERKEBUNAN
SKALA BISNIS BUMN KELAPA SAWIT, PERLU REORGANISASI KEMBALI BUMN PERKEBUNAN
Oleh Dr Ir Memet Hakim, Pengamat Sosial & Perkebunan
Langkah pengambil alihan lahan/kebun kelapa sawit bermasalah adalah langkah tepat pemerintah, ini merupakan pelajaran bagi pihak swasta (local/asing) dan Bupati/Gubernur agar tidak sembarangan menamam kelapa sawit di daerah hutan. Faktor lingkungan harus dijaga, tidak sekedar peta di atas meja dan amplop yang bicara. Semua pihak akan lebih berhati hati sekarang.
Menurut Nusron, Kepala ATR/BPN (Kompas.com – 24/02/2025), 1,1 juta ha kebun sawit sudah disita dari total 3,7 juta ha. Mungkin saja jumlah ini dapat berkembang menjadi diatas 4 juta ha. Yang pasti kebun yang sudah terlacak Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), tidak akan dirawat seperti sebelumnya, artinya di lahan 3.7 juta ha ini produktivitas akan menurun.
Lokasi lahan sawit ini ada di beberapa daerah, mulai dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, serta Sumatera Utara. Jadi areal kebun sawit sitaan sangat tersebar.. Kantor pusat harus ada di propvinsi ybs, agar lebih efektif dan efisien, di Jakarta cukup kantor perwakilan. Dengan demikian uang yang diperoleh juga akan beredar didaerah, menambah cepat perputaran roda ekonomi.
Skala ekonomi pengelolaan kebun sawit maksimal 500.000 ha atau setara dengan 100 unit kebun @5.000 ha. Selain itu Iklim dan luasnya wilayah sangat menentukan. Setiap ha kebun sawit umumnya terdiri dari 130-135 pohon (ada juga yag 180 pohon/ha), setiap puhon sawit merupakan pabrik produksi minyak sawit tersendiri, walau tuna wicara, yang harus diperhatikan secara saksama sejak akar, batang daun dan buahnya. Setiap unit kebun harus mengelola 5000 x 135 pohon sawit = 650.000 mahluk hidup, setiap perusahaan 500.000 ha memiliki 65 juta pohon. Jadi ini suatu jumlah yang sangat besar dan tidak mudah.
Pohon sawit merupakan mahluk hidup yang tidak bisa ngomong, ada kalanya sakit, adakalanya dehidrasi, ada kalanya digigit binatang, tapi pohon sawit tidak berdaya, tidak bisa bergerak. Akan tetapi ibarat seorang atlet atau anggota pasukan khusus, yang selalu diminta siaga dan siap bergerak, pohon sawit juga selalu dituntut untuk menghasilkan produksi sebanyak-banyaknya. Ada batasan sebagai mahluk biologis, tetapi ada potensi tersembunyi di dalamnya. Potensinya bukan main, dapat menghasilkan 11 ton minyak sawit/ha. Realisasi tingkat nasional baru sekitar 3 ton saja. Ada yang salah terhadap pengelolaan kebun sawit sekarang ini.
Tabel : Skala ekonomi dan Nilai Aset Kebun Kelapa Sawit
Bayangkan seorang asisten kebun, dipercaya untuk mengurus kebun sawit senilai 62.5 milyard, memimpin sekitar 80 orang tenaga tetap (setingkat SSK), sedang Manager dipercaya mengelola kebun sawit senilai 625 milyar dan memimpin sekitar 800 orang (setingkat Batalion) dan Board of Director, dipercaya mengelola kebun yang bernilai 62,5 trilyun dan memimpin 85.000-90.000 orang (setingkat 8-9 Divisi). dimana seluruh pohon sawitnya tuna wicara tapi dapat menghasilkan minyak sawit. Teknik menggali minyak sawit inilah yang penting, bagaimana memahami pohon sawit tersebut dengan baik.
Jika kebun sawit yang dikelola melebih 600.000 ha, spent of control & efisiensi akan terganggu, apalagi jika dibentuk “Perusahaan baru” seperti Agrinas Palma Nusantara, perusahaan baru dengan SDM baru dan merupakan gabungan dari beberapa perusahaan tentu sangat sulit. Sebaik-baiknya pengelolaan memerlukan waktu agar produktivitasnya mencapai 7-8 ton minyak sawit per ha.
Kesulitan pertama ada masalah sosial, dimana ada beberapa budaya kerja yang berbeda tiba-tiba dijadikan 1, apalagi dengan pemimpin yang tidak punya latar belakang Perkebunan sawit, sungguh berat kondisinya. Kondisi ini dapat digambarkan jika satuan Kopassus digabungkan dengan Kostrad, Paskhas, Marinir dan Brimob, sama-sama pegang senjata, bisa menembak, tetapi berbeda budaya dan rasa korsa.
Atau mungkin seperti CPM, Provost, Jaksa dan Advokat sama mengerti hukum, jika digabungkan tentu berat sekali. Banyak sekali masalah sosial akan muncul, sesuai pengalaman penulis memerlukan waktu 4-5 tahun untuk menjadi cair, satu korsa dan memiliki etos keja yang kuat. Tidak 100 % berhasil jika 80 % saja itu sudah bagus sekali.
Kesulitan kedua, masalah teknis Agronomi, sama2 belajar tentang kelapa sawit, tetapi tetap ada perbedaan, masalah ini lebih mudah diatas, dengan seringnya melakukan pertemuan, Capasity Building, diskusi, kunjungan lapangan, cepat teratasi. Tetapi masalah perbedaan Kondisi tanaman, Density, Produktitas memerlukanpengetahuan teknis yang lebih detil.
Idealnya selain membentuk BUMN Perkebunan baru seperti PT Agrina Palma Nusantara, ada pengembangan PTPN yang sudah memiliki pengalaman dan secara nasional produktivitasnya terbaik. Misalnya, kebun sitaan yang di Sumetera Utara, digabungkan dengan PTPN I, II, III atau IV. Kebun sitaan yang terletak di Riau digabungkan dengan PTPN V, yang di Jambi digabungkan dengan PTPN VI, yang di Sumatera Selatan digabungkan dengan PTPN VII yang sudah sejak lama mereka beroperasi di wilayah tersebut. Begitu juga yang di Kalimantan bisa digabungkan dengan PTPN XIII. PTPN sudah terbukti produktivitasnya paling baik secara nasional, jadi resikonya relatif rendah.
Jika hasil penggabungan ada yang terlalu luas, perlu dibatasi maksimal 600.000 ha. Diatas itu sebaiknya dibentuk yang baru seperti PT Agrinas Palma Nusantara 1 & 2. Ibarat pengembangan pasukan, perlu persiapan sejak penerimaan prajurit dan perwira, kebutuhannya disesuaikan, tanpa mengurangi kualitas. Begitu juga didalam pembentukan Perusahaan Perkebunan baru, orang lama baik pelaksana, maupun stafnya harus dibaurkan serta mendapatkan pelatihan dan kesempatan yang sama.
Mengingat Kalimantan itu sangat luas, ada baiknya PT Agrinas Palma Nusantara memegang wilayah Kaltim dan Kalteng, PTPN XIII di Kalbar dan Kalsel. Untuk daerah Timur seperti Sulawesi, Maluku, Papua, jika ada pertambahan, maka dibentuk 1 perusahaan baru PT Agrina Nusantara 2 misalnya. Penegembangan model seperti ini resikonya rendah, Tingkat keberhasilannya tinggi.
Palm.co, sebagai Holding dapat saja dipecah lagi, khusus memang kebun sawit di Sumatera Utara dan Aceh. Penunjukan Direksi harus berdasarkan track record kinerja yang jelas dan baik, bukan pertimbangan uang mahar. Kini sudah waktunya Indonesia berubah menjadi professional yang memiliki integritas sejati. Tidak ada lagi korupsi, tidak ada lagi penyuapan, tidak ada lagi komisi. Dengan demikian harapan presiden Prabowo untuk meningkatkan kontribusi dividen BUMN dapat dipenuhi.
Areal 3,7 juta ha yang disita kondisinya bervariasi, perlu pemetaan densitas, dan produktivitas, sehingga penangannya lebih mudah. Re-organisasi PTPN dan pembagian areal dengan PT Agrinas Palma Nusantara perlu disusun ulang.
Dampak positip nya areal BUMN kelapa sawit yang semula hanya 573,613 ha (3.04 %) secara Nasional setelah bertambah 3.7 juta ha menjadi 4,273,613 ha ( 25.39 %). Jika organisasi BUMN perkebunan disusun kembali, paling tidak tahun 2027 kontribusinya akan naik. Jika produktivitas TBS reratanya 23 ton/ha/tahun, rendemen 23 % serta harga Minyak sawit (CPO+PKO) Rp 12.000/kg, maka pendapatan setiap BUMN sawit menjadi 38 trilyun, Laba kotornya sekitar 23 trilyun, dan Dividennya (15%) adalah 3.5 trilyun/perusahaan dikalikan 9 BUMN Perkebunan secara Nasional menjadi diatas 30 trilyun.
Dari dibawah 3 trilyun di tahun 2024 dapat meningkat ke level diatas 30 trilyun (1.000%), itulah sebabnya BUMN perkebunan harus dikembangkan. Fungsi sosial diantaranya adalah membantu petani rakyat yang berada disekitarnya. Sedang dari pajak (PPn.Bea Keluar dan Pajak Ekspor juga akan bertambah menjadi sekitar 10 trilyun.
Selain itu BUMN perkebunan sawit dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 2 juta orang. Pengembangan selanjutnya secara bertahap menuju 8-10 juta ha, agar lebih dominan luasnya dengan memanfaatkan areal yang sudah berijin tetapi belum ditanami dan membuka lahan baru yang legal.
Bandung 15 Oktober 2025




