Serikat Buruh Minyak dan Gas (FSB MIGAS-KASBI), menyatakan hampir dari 80 tahun lebih sebuah Perusahaan Negara atau BUMN Pertamina didirikan untuk mengelola sumber daya alam (minyak dan gas) di Republik Indonesia. Tepatnya pada tahun 1957 pasca kemerdekaan indonesia lahir sebuah entitas bisnis berbasis tambang minyak dan gas yang dikuasai oleh Negara untuk menjalankan amanat dan perintah UUD 1945 NRI pasal 33 ayat 3 yang berbunyi ; “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandunAg didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat ”. Selaras dengan konstitusi UUD 1945, Pertamina diberikan hak dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam dari hulu sampai dengan hilir. Corak hulu hingga hilir dapat dilihat dari bagaimana peran Pertamina yang memperluas bentuk baru pada unit usahanya dimulai dari eksplorasi migas, pengolahan bahan mentah migas sampai dengan bahan jadi, dan terakhir sampai pada level distribusi untuk masyarakat dan sektor swasta. Hampir dapat dikatakan bahwa Pertamina menjalankan penuh dalam proses supply chain (rantai pasok) minyak dan gas.
Keterangan tertulisnya (19/8), Tercatat pada bulan juni 2024 Pertamina merilis pernyataan dalam website resminya bahwa dirinya meraup untung 72,7 triliun rupiah sepanjang tahun 2023. Tentu angka ini menunjukan bahwasanya Perusahaan Negara ini mampu menghadapi situasi global dan nasional di tengah para kompetitor sejeninsya di sektor swasta. Namun keuntungan besar yang diraup oleh Perusahaan Negara Pertamina, faktanya berbanding pahit dengan kenyataan situasi nasib para buruhnya yang jauh dari kata sejahtera dan hidup layak. Setidaknya ada beberapa pokok issue ketenagakerjaan yang Pertamina sendiri telah lalai dan abai kepada para buruhnya seperti ; kepastian kerja, upah layak, kebebasan berserikat, dan jaminan sosial.
Semenjak Pertamina membuat dan menambah beberapa anak usaha dalam bisnisnya, semenjak itu juga menciptakan beberapa permasalahan-permasalahan baru dalam konteks ketenagakerjaan. Salah satu hal yang menjadi penyebab konflik atau masalah adalah anak usaha yang membuat kerja sama dengan vendor-vendor atau perusahaan lain di seluruh daerah atau unit Pertamina.
Para buruh sering mengalami konflik-konflik ketenagakerjaan dengan para vendor dimulai dari upah buruh yang tidak dibayar pada periode tertentu. Hal-hal semacam ini terjadi di beberapa entitas perusahaan Pertamina seperti ; PT. Pertamina EP Cepu, PT. Pertamina Patra Niaga IT Balongan IndramayuPertamina Patra Niaga Tasikmalaya, PT. Pertamina Patra Niaga TBBM Cikampek, PT. Pertamina Patra Niaga TBBM Gerem Banten, dan PT. Pertamina Pertagas Cilamaya Karawang.
Lalu kemudian mengenai upah yang tidak layak yang berlaku bagi buruh Pertamina khususnya untuk para outsourcing di lingkungan anak usaha Pertamina. Hal ini kami anggap tidak layak khususnya mengenai upah berdasarkan kondisi kerja yang dirasakan oleh para buruh karena dalam pekerjaan memiliki resiko besar bagi para buruh-buruh outsourcing. Contohnya adalah buruh awak mobil tangki yang mengoperasikan kendaraan besar untuk distribusi bbm ke stasiun bbm di seluruh wilayah indonesia. Seperti kita ketahui bersama banyaknya insiden kecelakan kerja di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan wilayah lainnya yang terjadi kepada para awak mobil tangki dalam melakukan pengiriman bbm di perjalanan dan menyebabkan korban nyawa adalah rentetan peristiwa yang tergambarkan bahwa resiko kerja begitu besar namun upah yang didapat hanya UMK/P daerah.
Selain hal tersebut mengenai hubungan kerja yang tidak pasti dan jaminan pekerjaan hingga usia 58 tahun terhadap para buruh adalah hubungan kerja yang dilakukan dengan para vendor-vendor anak usaha Pertamina menjadi salah satu penyebab konflik-konflik ketenagakerjaan yang tidak terselesaikan. Kasus-kasus yang sering terjadi antara vendor dan buruh adalah ketidakpastian perpanjangan kontrak kerja, ketidakjelasan transisi vendor-vendor baru yang bekerja sama dengan anak usaha Pertamina sehingga menyebabkan beberapa hak dasar seperti upah dan tunjangan tidak dibayarkan.
Selain itu para buruh outsourcing juga mendapatkan beberapa jaminan sosial dan kesempatan bekerja yang sulit diakses karena terbentur pada usia serta kesempatan bekerja yang tidak pasti sesuai dengan PP 45 tahun 2015 tentang jaminan pensiun.
Kemudian tentang kebebasan berserikat dan menjalankan aktifitas serikat buruh/pekerja. Pertamina melalui anak usahanya masih saja melakukan ancaman dan intimidasi kepada Pengurus dan Anggota Serikat Buruh/Pekerja dengan menghalang-halangi kerja-kerja serikat, tidak memberikan dispensasi dalam rangka kegiatan serikat, beberapa contoh lain di wilayah cikampek ada upaya pengerahan oleh oknum TNI yang diduga menurut kami atas perintah dari Pertamina, dan yang terakhir adalah pelarangan spanduk tuntutan aksi dari buruh outsourcing yang tergabung dalam FSB MIGAS-KASBI yang dipasang di pagar Pertamina.
Berdasarkan kondisi dan situasi yang telah kami sampaikan diatas, maka kami para buruh outsourcing yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Minyak dan Gas (FSB MIGAS-KASBI) akan melakukan aksi di Kementerian BUMN RI pada hari Selasa sampai Rabu 20 dan 21 Agustus 2024 pukul 09.00 sampai selesai untuk meminta kepada Negara agar bertanggung jawab terhadap persoalan yang kami rasakan saat ini dengan pokok-pokok tuntutan yang kami sampaikan sebagai berikut ;
1. Hapus Vendor Nakal Dan Sentralisasikan Hubungan Kerja Melalui Anak Perusahaan
2. Berlakukan Upah Layak dan Adil Bagi Seluruh Buruh Pertamina
3. Berikan Jaminan Kepastian Kerja sesuai dengan PP 45/2015 tentang jaminan pensiun
4. Bayarkan Kekurangan Upah Buruh : PT. Pertamina EP Cepu bulan Agustus 2017, PT. Pertamina Patra Niaga IT Balongan Indramayu, PT. Pertamina Patra Niaga TBBM Cikampek, PT. Pertamina Patra Niaga TBBM Gerem Banten, PT. Pertamina Pertagas Cilamaya Karawang, Bitung dan Tangerang,
5. Hentikan Intimidasi Terhadap Pengurus dan Anggota Serikat Buruh, Berikan Kebebasan Berserikat di Lingkungan Pertamina dan Anak Perusahaannya**